daerah (pilkada), ada sebuah sepeda tua yang dikenal sebagai "Sepeda Tak Belampu." Kenapa disebut demikian? Karena sepeda ini tak pernah memiliki lampu depan. Bagaimana mungkin sepeda bisa berjalan di malam hari tanpa cahaya?
Pemiliknya, Pak Etek, adalah seorang tukang ojek. Setiap hari, dia
mengayuh Sepeda Tak Belampu dengan penuh keyakinan. Dia tahu setiap jalan dan
gang di kota ini. Sepeda Tak Belampu menjadi temannya yang setia dalam
mengantar penumpang.
Suatu hari, menjelang pilkada, kota ini dipenuhi kampanye dan semangat
politik. Calon-calon kepala daerah berlomba-lomba memperkenalkan diri dan
visi-misi mereka. Poster-poster besar menghiasi setiap sudut kota.
Pak Etek, dengan Sepeda Tak Belampu-nya, juga ikut merasakan semangat
pilkada. Meski tak memiliki lampu depan, sepedanya tetap bergerak. Ia mengantar
warga ke tempat pemungutan suara, membantu orang tua yang kesulitan berjalan,
dan menjadi saksi bisu dari proses demokrasi.
Pada hari pemilihan, Pak Etek mengayuh Sepeda Tak Belampu dengan
hati-hati. Dia melihat warga berbondong-bondong menuju TPS (Tempat Pemungutan
Suara). Beberapa calon kepala daerah juga mengayuh sepeda mereka sendiri,
berbicara dengan warga, dan menawarkan visi mereka untuk kota ini.
Tiba giliran Pak Etek memilih. Dia mengunci Sepeda Tak Belampu di dekat
TPS dan masuk ke bilik suara. Di sana, dia memilih calon yang menurutnya akan
membawa perubahan positif bagi kota ini. Sepeda Tak Belampu menunggu di luar,
menjadi saksi dari hak suara Pak Slamet.
Setelah pemilihan selesai, Pak Etek mengayuh Sepeda Tak Belampu pulang.
Dia merasa bangga telah berpartisipasi dalam proses demokrasi. Sepeda itu bukan
hanya alat transportasi, tapi juga simbol keberanian dan tanggung jawab.
Dan sejak saat itu, warga kota menyebutnya "Pak Etek, si pengayuh
cahaya." Sepeda Tak Belampu tetap bergerak, membawa cahaya bagi mereka
yang membutuhkannya, termasuk dalam pilkada yang penuh semangat ini. 🚲🗳️
Created by AI, posted Iwang
0 Comments