Di sebuah desa terpencil, di antara hamparan sawah yang hijau, terdapat sebuah sepeda tua yang dikenal sebagai “Sepeda Tak Belampu.” Kenapa disebut demikian? Karena sepeda ini tak pernah memiliki lampu depan. Bagaimana mungkin sepeda bisa berjalan di malam hari tanpa cahaya?
Namun, pemiliknya, Pak Etek, tak
pernah khawatir. Setiap malam, dia mengayuh sepeda itu dengan penuh keyakinan.
Dia tahu setiap tikungan, setiap batu di jalan. Sepeda Tak Belampu menjadi
temannya yang setia.
Suatu malam, hujan turun deras. Pak Etek memutuskan untuk pulang lebih awal dari ladang. Dia mengayuh sepeda dengan hati-hati, meski gelap gulita. Tiba-tiba, dia mendengar suara tangisan. Di tepi jalan, ada seorang anak kecil yang basah kuyup dan ketakutan.
Pak Etek menghentikan Sepeda Tak
Belampu. Dia menggendong anak itu dan menaikkannya ke belakang sadel. Sepeda
itu melaju perlahan, membawa mereka pulang. Anak itu tersenyum, dan Pak Etek merasa hangat di hatinya.
Sejak itu, Sepeda Tak Belampu tak
hanya menjadi alat transportasi. Ia menjadi simbol kebaikan dan keberanian.
Setiap kali Pak Etek mengayuh, dia tahu bahwa sepedanya membawa lebih dari
sekadar dirinya sendiri. Ia membawa harapan dan cahaya bagi orang lain.
Dan sejak saat itu, warga desa
menyebutnya “Pak Etek si pengayuh cahaya.”
Semoga cerita ini menginspirasi kita
untuk menjadi cahaya bagi orang lain, meski hanya dengan sepeda tak belampu
By Iwang
Created by AI, posted Iwang
0 Comments