ABOUT ME

header ads

CERPEN : SEPEDA TAK BELAMPU #1 "Kawan Setia di Kegelapan"

sepedatakbelampu.com

Di sudut kota yang terlupakan, di antara jalan-jalan sempit yang jarang dilewati, ada sepeda tua yang tak pernah menyala lampu. Orang-orang di sekitar menyebutnya “Sepeda Tak Belampu.” Tidak ada yang tahu siapa pemiliknya atau bagaimana sepeda itu bisa bertahan selama bertahun-tahun.

 

Setiap malam, ketika kota terlelap dalam keheningan, sepeda itu muncul dari bayang-bayang. Rodanya yang berkarat berputar pelan, mengayuh dengan tenang di jalanan yang sepi. Tidak ada suara deru mesin atau cahaya lampu yang memecah kegelapan. Hanya suara angin yang berbisik di telinga sepeda itu.

 

Pemilik sepeda ini adalah seorang pria  bernama PakEtek. Dia telah mengendarai sepeda ini sejak masa lajangnya. Pak Etek adalah seorang penjelajah, mengelilingi kota dan desa-desa terpencil. Dia pernah mengayuh sepedanya hingga ke pegunungan dan hutan belantara.

 

Pak Etek tidak pernah memasang lampu pada sepedanya. Dia berkata, “Sebuah sepeda tak perlu cahaya buatan. Cahaya bintang sudah cukup untuk menuntun kita pulang.” Dia percaya bahwa bintang-bintang di langit adalah teman setia yang selalu mengawalnya.

 

Setiap kali Pak Etek mengayuh sepedanya, dia merasa dekat dengan alam. Dia merasakan getaran tanah di bawah roda sepeda, mendengarkan nyanyian burung malam, dan melihat langit yang penuh bintang. Sepeda tak belampu adalah jendela ke dunia yang lebih sederhana dan lebih dalam.

 

Orang-orang di kota sering bertanya, “Mengapa Pak Etek tidak memasang lampu pada sepedanya? Apakah dia tidak takut tersesat di malam hari?”

 

Pak Etek hanya tersenyum dan menjawab, “Sebenarnya, sepeda ini memiliki CAHAYA  yang tak terlihat. Cahaya yang hanya bisa dirasakan oleh hati. Cahaya yang mengarahkan kita pada kebenaran dan keindahan.”

 


Dan begitulah, Sepeda Tak Belampu terus mengayuh di malam hari. Pak Etek mengajarkan kepada kita bahwa terkadang, kita tidak perlu cahaya buatan untuk menuntun kita. Bintang-bintang di langit dan cahaya hati sudah cukup.



Created by AI, posted Iwang

Post a Comment

0 Comments